CARA MELAKSANAKAN PUASA
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Fiqih 1
Dosen pengampu: Imam Anas Hadi, M.Pd.i.
Disusun
oleh:
M.
Fajar Ali Sodiqin (111-14-340)
Muslikhatun (111-14-341)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2015
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2015
KATA
PENGANTAR
Segala
puji dan syukur kami penjatkan ke hadirat
Allah S.W.T. atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan sebaik-baiknya, meskipun masih jauh dari kata kesempurnaan.
Shalawat beserta salam kami curahkan kepada Rasulullah S.A.W. Dalam
menyelesaian makalah ini kami berusaha untuk melakukan yang terbaik.Tetapi kami
menyadari bahwa dalam menyelesaikan
makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran demi perbaikan dan penyempurnaan makalah kami yang akan
datang. Dengan
terselesaikannya makalah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang terlibat dalam proses pembuatan makalah ini yang telah memberikan
dorongan, semangat dan masukan. Semoga
apa yang kami tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan masyarakat pada
umumnya, serta mendapatkan ridha dari Allah S.W.T. Amin.
Salatiga,11November2015
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................
i
KATA PENGANTAR.............................................................................................1
DAFTAR
ISI............................................................................................................2
BAB I. PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah........................................................................3
B.
Rumusan
Masalah.................................................................................4
C.
Tujuan....................................................................................................4
D.
Manfaat..................................................................................................4
E.
Metodologi
Penulisan............................................................................4
BAB II. PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PUASA DAN
MACAM-MACAMNYA.....................5
B.
CARA MELAKSANAKAN PUASA..................................................14
C. KEUTAMAAN, MAKNA, DAN HIKMAH
DARI MELAKSANAKAN PUASA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI....................................................................................................23
BAB III. PENUTUP
A.
Kesimpulan..........................................................................................26
B.
Kritik dan
Saran...................................................................................26
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................27
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Puasa atau “Shaumu” menurut bahasa Arab, adalah menahan diri dari segala
sesuatu, seperti menahan tidur, menahan berbicara, menahan makan, dan
sebagainya.Menurut istilah agama Islam yaitu menahan diri dari sesuatu yang
membukakan, satu hari lamanya mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya
matahari dengan niat dan beberapa syarat.
Didalam Al Qur’anul Karim Surat Al-Baqarahayat: 183 Allah SWT berfirman:
ياَأَيُّهَا
الَّذِيْنَ أَمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ
مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah : 183)
Puasa merupakan salah satu dari lima rukun islam dan ayat diatas
merupakan salah satu dalil diwajibkannya puasa kepada orang muslim. Untuk menjalankan puasa yang benar dan sesuai dengan tuntunan islam maka
diperlukannya cara melaksanakan puasa
sesuai dengan yang disyariatkan dalam agama. Dalam makalah ini akan dijelaskan
mengenai hal-hal atau syarat-syarat yang dalam
melaksanakan puasa sesuai dengan kaidah fiqih, dan dapat sah dan diterima oleh Allah SWT.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah makalah ini adalah:
1. Apakah pengertian dan
macam-macam puasa?
2. Bagaimanakah cara
melaksanakan puasa?
3.
Apakah
keutamaan , makna dan hikmahnya dalam kehidupan sehari-hari?
C.
Tujuan
Tujuan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian
dan macam-macam puasa.
2. Untuk mengetahui
cara melaksanakan puasa.
3. Untuk mengetahui keutamaan puasa, makna dan hikmahnya dalam
kehidupan sehari-hari.
D.
Manfaat
Manfaat
pembuatan makalah ini yaitu :
1. Dapat menegtahui pengertian
dan macam-macam puasa.
2. Dapatmenegtahui
cara melaksanakan puasa sesuai dengan syariat.
3. Dapatmengetahui keutamaan
puasa, makna dan hikmahnya dalam kehidupan sehari-hari
E.
Metodologi Penulisan
Dalam pembuatan
makalah inibisa menggunakan beberapa metodologi penulisan, salah satu yang digunakan
penulis ialah, metode collection: dengan
mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan media pembelajaran seperti dari buku-buku.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN PUASA DAN MACAM-MACAMNYA
1.
Pengertian Puasa
a.
Definisi Puasa
Puasa menurut bahasa (etimologis) berasal dari
kata shawm dan shiyam yang berartimenahan(الإمساك).Sedangakan puasa menurut istilah (terminologis) adalah
menahan diri dari makan dan minum serta dari segala hal-hal yang dapat membatalkan puasa
dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat karena Allah SWT. Sedangkan
menurut syara’ puasa ialah menahan diri dari beberapa perbuatan tertentu,
dengan niat dan menurut aturan tertentu pula.[1]
Firman Allah SWT:
وَكُلُوْا
وَشْرَبُوْا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ اْلخَيْطُ اْلاَبْيَضُ مِنَ اْلخَيْطِ
اْلاَسْوَدِ مِنَ اْلفَجْرِثُمَّ أَتِمُّوْا الصِيَامُ اِلَى الَّيْلِ..
Artinya: “Makanlah dan minumlah kamu, hingga terang bagimu benang putih dari benang
hitam, yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.’’ (QS Al-Baqarah:187)[2]
b.
Syarat dan Rukun Puasa
1)
Syarat puasa
a)
Syarat wajib puasa
(1)
Berakal
sehat, orang gila dan hilang ingatannya tidak diwajibkan berpuasa;
رُ فِعُ القَلَمُ عَنْ ثَلاَ ثٍ
عَنِ النَّا ئِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظِ وَعَنِ المَجْنُوْ نِ حَتَّى يَفِيقِ وَعَنِ
الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ
Artinya: “Dan diangkat(tidak terkena hukum)
tiga golongan orang; orang tidur hingga ia bangun, orang gila hingga ia sembuh
dari gilanya, dan anak-anak hingga ia dewasa.”(HR. Abu Dawud dan Nasa’i)
(2)
Balig
yaitu orang yang telah dewasa, (umur 15 tahun keatas) atau ada tanda-tanda yang lain;
(3)
Mampu
(Kuat) berpuasa, orang yang sudah tua atau sakit yang tidak kuat berpuasa lagi,
maka tidak diwajibkan berpuasa tetapi harus membayar fidyah.[3]
b)
Syarat sah puasa
(1)
Islam;
(2)
Mumayiz, yaitu orang yang dapat
membedakan yang baik dan yang tidak baik. Anak-anak puasanya sah dan pahalanya
untuk dia sendiri serta orang tuanya;
(3)
Suci dari
darah Haidh (kotoran) dan nifas;
(4)
Dalam
waktu yang dibolehkan puasa padanya. Terlarang pada dua hari raya dan hari
Tasyriq (tanggal 11-13 bulan haji).[4]
2)
Rukun puasa
a)
Niat untuk mengerjakan puasa
Niat dilakukan pada malam hari setelah
terbenam matahari sampai terbit fajar untuk puasa wajib.
Puasa kita niatkan sebelum terbit fajar (yakni puasa wajib),
berdasarkan hadits Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ لَمْ يُجْمَعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ
صِيَامَ لَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang tidak niat untuk melakukan
puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya”.
Sedangakan untuk puasa yang sunnah, diperbolehkan berniat puasa setelah fajar terbit sampai sebelum
waktu shalat Dzuhur apabila sebelumnya belum makan atau minum. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah datang ke ‘Aisyah pada selain bulan Ramadhan, kemudian beliau bersabda:
هَلْ عِنْدَكُمْ غَدَاَءٌ ؟ وَ إِلاَّ فَإِنِّي صَائِمٌ
Artinya: “Apakah engkau punya santapan siang? Maka
jika tidak ada aku akan berpuasa.” (HR. Muslim).[5]
b)
Menahan dari segala hal yang
membatalkan puasa sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari[6]
Seseorang harus menahan hal-hal
yang dapat membatalkan puasa dari terbitnta fajar sampai dengan terbenamnya
matahari. Berdasarkan Firman Allah Ta’ala:
فَالْئنَ بَاشِرُوْهُنَّ
وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللهُ لَكُمْ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتَّي يَتَبَيَّنَ
لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ
أَتِمُّوْا الصِّيَامَ إِلَي الَّيْل۰
Artinya: “Maka sekarang, bolehlah kamu mencampuri
mereka dan hendaklah kamu mengusahakan apa yang diwajibkan Allah atasmu, dan
makan-minumlah hingga nyata garis putih dan garis hitam berupa fajar, kemudian
sempurnakanlah puasa sampai malam.” (Al-Baqarah: 187)
2.
Macam-Macam Puasa
a.
Puasa Wajib
Puasa wajib adalah puasa yang harus dilakukan, dan jika dilakukan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan akan mendapatkan
dosa.
Di dalam Islam ada empat macam puasa yang wajib dikerjakan oleh orang muslim yaitu sebagai berikut:
1) Puasa
Ramadhan
Perintah wajibnya puasa Ramadhan turun di Kota Madinah pada tahun ke-2 Hijriyah.Puasa Ramadhan
diwajibkan kepada orang-orang mukallaf, baligh, berakal, dan orang-orang yang kuasa/mampu mengerjakan puasa.
Selain itu, tidak semua orang Islam
wajib mengerjakan puasa, ada beberapa orang yang tidak wajib mengerjakan puasa
yaitu;anak-anak yang belum baligh, orang gila dan orang yang kehilangan
akal seperti karena mabuk dan lain-lain, orang yang sudah payah/sangat tidak mampu lagi mengerjakan puasa, orang yang sakit parah yang jika ia
berpuasa dikhawatirkan sakitnya akan bertambah parah, musafir (orang yang melakukan perjalanan
jauh) yang menurut beberapa ulama jarak minimalnya 138.240 m, akan tetapi jika
seorang musafir mampu melaksanakan puasa sebaiknya melaksanakan puasa tersebut, serta wanita yang
sedang haidh atau nifas tidak boleh berpuasa baginya.[7]
2) Puasa Nadzar
Kata nadzhar secara bahasa berarti janji berbuat baik, sedangkan
menurut istilah berarti kemestian atau kewajiban berbuat kebaikan disebabkan
karena kata yang dikeluarkan. Pada dasarnya hukum asal puasa nadzhar adalah
sunnah, akan tetapi jika sesuatu yang telah dinadzharkan tersebut telah
tercapai maka hukum puasa ini menjadi wajib dilakukan.[8]
3) Puasa Kaffarat
Puasa kaffarat merupakan puasa yang diwajibkan kepada
orang islam dikarenakan ada pelanggaran yang dilakukan oleh orang islam
tersebut. Adapun pelanggaran-pelanggaran yang harus ditebus/dibayar dengan
puasa kaffarat adalah sebagai berikut; jima’ pada siang hari di bulan Ramadhan, zihar
yaitu mempersamakan/menyerupakan wajah seorang dengan suami atau istri misalnya
menyerupakan antara ibu dan istri dalam artian menggauli ibu seperti istri, melanggar sumpah, sumpah palsu, dan
kesaksian palsu, serta melakukan
pembunuhan terhadap jiwa yang diharamkan dengan sengaja.
4) Puasa Qada’
Puasa qada’ merupakan puasa pengganti terhadap puasa Ramadhan yang ditinggalkan, waktu pelaksanaan puasa ini selama 11 bulan
diluar bulan ramadhan dan sebaiknya jika seseorang yang memiliki utang puasa harus segera diqada sebelum bulan Ramadhan kembali
datang.[9]
b.
Puasa Sunnah
Puasa
sunnah adalah menahan diri dari makan minum serta hal-hal yang membatalkannya
mulai terbit fajar sampai terbenam matahari, bagi yang melaksanakannya mendapat
pahala dan bagi yang meninggalkannya tidak mendapat dosa.[10]
1) Puasa
6 Hari di Bulan Syawal
Bulan Syawal merupakan ke-10 dalam sistem penanggalan
Hirjriyah, pahala melaksanakan puasa 6 hari di bulan Syawal sangat besar yaitu
sama dengan berpuasa selama 1 tahun. Sebagaimana sabda rasulullah SAW yang
terjemahannya sebagai berikut; “Barang siapa yang berpuasa pada bulan
Ramadhan, kemudian ia berpuasa lagi enam hari pada bulan syawal, maka ia
seperti puasa sepanjang masa.” (HR. Muslim). Waktu pelaksanaan puasa Syawal dimulai pada tanggal 2 Syawal sampai akhir
bulan Syawal, dan dapat dilakukan secara berturut-berturut atau selang-seling
yang penting jumlahnya 6 hari.[11]
2) Puasa
Arafah
Hari Arafah jatuh pada tanggal 9 Dzulhijjah pada
penanggalan Hijriyah.Orang yang berpuasa pada hari Arafah dosanya dapat dihapuskan yaitu
dosa 1 tahun yang lalu dan dosa 1 tahun yang akan datang, hal ini berdasarkan
pada hadist yang diriwayatkan oleh Qatada r.a bahwasanya Rasulullah SAW
bersabda yang terjemahannya sebagai berikut; “Puasa hari Arafah itu menghapuskan
dosa dua tahun, dosa satu tahun yang lalu dan dosa satu tahun yang akan datang.”
[12]
3) Puasa
Senin dan Kamis
Puasa Senin Kamis
sangat bermanfaat untuk meningkatkan kepekaan sosial kita terhadap orang fakir
miskin yang terkadang harus berpuasa ketika mereka tidak memiliki makanan,
puasa Senin Kamis juga sangat bermanfaat bagi pelajar yang sedang dalam perjalanan
menuntut ilmu yang bermanfaat.Selain itu puasa Senin Kamis
juga dilakukan karena hari Senin
dan Kamis merupakan hari dimana amal
perbuatan manusia dilapor, dan hari Senin juga merupakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.Dalam sebuah hadist
yang diriwayatkan oleh Usamah bin Yasid r.a yang terjemahannya sebagai berikut; “Bahwasanya Rasulullah SAW berpuasa pada hari Senin dan Kamis, dan kemudian beliau ditanya tentang hal itu, lalu beliau bersabda
“sesungguhnya amal ibadah didatangkan kehadirat Allah pada hari Senin dan Kamis.” (HR. Abu Dawud dan Nasai)[13]
4) Puasa
Asyura
Hari Asyura jatuh pada tanggal 10 Muharram, fadilah
dari pelaksanaan puasa ini juga sangat besar yaitu dapat menghapus dosa yang
dilakukan selama 1 tahun lalu,[14]
sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Abu Qatadah r.a yang terjemahannya
sebagai berikut; “Bahwasanya Rasulullah SAW pernah ditanyai
orang tentang puasa Asyura, lalu beliau bersabda “puasa Asyura itu gunanya untuk menutupi dosa 1 tahun yang lalu.” (HR. Muslim)[15]
5) Puasa
Tasu’a
Puasa Tasu’a dilakukan satu hari sebelum pelaksanaan puasa Asyura’ yaitu pada tanggal 9
Muharram, puasa ini dilakukan sebagai salah satu pembeda antara orang islam dan
orang yahudi yang juga melaksanakan puasa pada tanggal 10 Muharram. Rasulullah
SAW bersabda dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a yang terjemahannya
sebagai berikut: “Jika aku masih hidup
sampai tahun yang akan datang, sesungguhnya aku akan berpuasa pada hari
kesembilan itu.” (HR. Muslim).[16]
6) Puasa
pada Bulan
Muharram dan Bulan Sya’ban
Berpuasa pada bulan Muharram dan
bulan Sya’ban merupakan sebuah keutamaan, karena menurut berbagai riwayat,
Rasulullah saw. selalu berpuasa dan menganjurkan kepada umatnya berpuasa pada
bulan-bulan tersebut.
“Dari Abu Hurairah ra.: bersabda Rasulullah saw., sebaik-baik puasa
setelah Ramadhan ialah (puasa pada) bulan Allah, Muharram, dan sebaik-baik
shalat setelah shalat fardhu ialah shalat malam.” (HR. Muslim)
“Dari Aisyah ra.: Nabi saw. Tidak ada melakukan puasa pada suatu bulan
lebih banyak daripada puasanya bulan Sya’buhnya Beliau selalu puasa pada bulan
Sya’an. Sesungguhnya beliau selalu puasa pada bula Sya’ban itu seluruhnya. Pada
suatu riwayat disebutkan beliau berpuasa pada bulan Sya’ban itu kecuali sedikit.”
(Muttafaqun alayh)[17]
7) Puasa
Hari Putih (Tanggal 13, 14, 15) pada Setiap Bulan Qamariyah
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Qatadah bin
Milham r.a yang terjemahannya sebagai berikut : “Bahwasanya Rasulullah SAW menyuruh kami berpuasa di hari putih yaitu
tanggal 13, 14, dan 15.”
(HR. Abu Dawud)[18]
c.
Puasa Makruh
Di dalam
Islam ada puasa yang dimakruhkan, berikut beberapa macam puasa yang dimakruhkan, antara lain:
1) Puasa
pada Hari Jum’at.
Alasannya
karena hari Jum’at
merupakan sayyidul ayyam (penghulu
seluruh hari) yang sekaligus merupakan hari raya bagi umat islam pada setiap
minggunya.
2) Puasa
pada Hari Sabtu
Kemakruhan berpuasa pada ke-3 hari diatas terjadi
apabila kita hanya berniat berpuasa hanya pada salah satu hari tersebut
misalnya saja kita hanya berniat berpuasa pada hari Jum’at saja tanpa didampingi satu
hari sebelum atau sesudahnya, akan tetapi jika didampingi oleh hari sebelum
atau sesudahnya misalnya Kamis
dan Jum’at atau Jum’at dan Sabtu maka hukumnya menjadi tidak
makruh. Selain itu kemakruhan puasa ini juga tidak berlaku apabila salah satu
hari diatas bertepatan dengan hari yang disunnahkan berpuasa misalnya
bertepatan dengan hari Asyura,
hari Arafah, hari putih, atau orang yang
melaksanakan puasa Nabi Daud.
d.
Puasa Haram
1)
Tanggal
1 Syawal yaitu pada saat perayaan hari raya Idul Fitri.
2)
Tanggal
10 Dzulhijjah yaitu pada saat perayaan hari raya Idul Adha.
3)
Tanggal
11, 12, dan 13 Dzulhijjah yaitu 3 hari tasyrik.
4)
Hari
Syak yaitu hari yang meragukan antara akhir Sya’ban dan awal Ramadhan.
5)
Tanggal
15 Sya’ban ke atas (melewatinisfu Sya’ban), kecuali jika kita telah
melakukan puasa rutin seperti jika kita telah rutin melaksanakan puasa Senin Kamis, maka meskipun telah melewati nisfu Sya’ban kita masih boleh berpuasa.
6)
Puasa
sunnah yang dilakukan oleh istri tanpa seizin suaminya, sebab seorang istri
jika ingin melakukan ibadah sunnah harus seizin suaminya, akan tetapi jika
ingin melaksanakan ibadah wajib meskipun tanpa seizin suaminya seorang istri
tetap harus melaksanakannya.
B.
CARA MELAKSANAKAN PUASA
Dalam melaksanakan
puasa secara benar dan sah, terdapat beberapa syarat dan rukun yang harus
dipenuhi yang telah ditetapkan oleh syara’.
1.
Syarat Puasa
a.
Syarat wajib puasa
1)
Berakal
sehat, orang gila dan hilang ingatannya tidak diwajibkan berpuasa.
رُ فِعُ القَلَمُ عَنْ
ثَلاَ ثٍ عَنِ النَّا ئِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظِ وَعَنِ المَجْنُوْ نِ حَتَّى
يَفِيقِ وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ
Artinya:“Dan diangkat(tidak terkena
hukum) tiga golongan orang; orang tidur hingga ia bangun, orang gila hingga ia
sembuh dari gilanya, dan anak-anak hingga ia dewasa.”(HR. Abu Dawud dan
Nasa’i)
2)
Balig
yaitu orang yang telah dewasa, (umur 15 tahun keatas) atau ada tanda-tanda untuk laki-laki sudah mengalami mimpi basah
atau keluar mani, sedangkan untuk perempuan sudah menstruasi.
3)
Mampu
(Kuat) berpuasa, orang yang sudah tua atau sakit yang tidak kuat berpuasa lagi,
maka tidak diwajibkan berpuasa tetapi harus membayar fidyah.[21]
b.
Syarat sah puasa
1)
Islam.
2)
Mumayiz, yaitu orang yang dapat
membedakan yang baik dan yang tidak baik. Anak-anak puasanya sah dan pahalanya
untuk dia sendiri serta orang tuanya.[22]
3)
Suci dari
darah haid
(kotoran) dan nifas.
4)
Dalam
waktu yang dibolehkan puasa padanya. Terlarang pada dua hari raya dan hari
Tasyriq (tanggal 11-13 bulan Haji).
2.
Rukun atau Fardhu Puasa
a.
Niat untuk mengerjakan puasa
Niat dilakukan pada malam hari setelah
terbenam matahari sampai terbit fajar untuk puasa wajib.
Puasa kita niatkan sebelum terbit fajar (yakni puasa wajib),
berdasarkan hadits Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ لَمْ يُجْمَعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ
صِيَامَ لَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang tidak niat untuk melakukan
puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya”.[23]
Sedangakan untuk puasa yang sunnah, diperbolehkan berniat puasa setelah fajar terbit sampai sebelum
waktu shalat Dzuhur apabila sebelumnya belum makan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
datang ke ‘Aisyah pada selain bulan Ramadhan,
kemudian beliau bersabda:
هَلْ عِنْدَكُمْ غَدَاَءٌ ؟ وَ إِلاَّ فَإِنِّي صَائِمٌ
Artinya: “Apakah engkau punya santapan siang? Maka
jika tidak ada aku akan berpuasa.” (HR. Muslim).
b.
Menahan dari segala hal yang
membatalkan puasa sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari[24]
Seseorang harus menahan hal-hal yang dapat membatalkan
puasa dari terbitnta fajar sampai dengan terbenamnya matahari. Berdasarkan Firman Allah Ta’ala :
فَالْئنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا
مَا كَتَبَ اللهُ لَكُمْ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتَّي يَتَبَيَّنَ لَكُمُ
الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ
أَتِمُّوْا الصِّيَامَ إِلَي الَّيْل۰
Artinya: “Maka sekarang, bolehlah kamu mencampuri
mereka dan hendaklah kamu mengusahakan apa yang diwajibkan Allah atasmu, dan
makan-minumlah hingga nyata garis putih dan garis hitam berupa fajar, kemudian
sempurnakanlah puasa sampai malam.” (Al-Baqarah: 187)
Adapun mengenai tata cara
mengerjakan atau melaksanakan ibadah puasa dapat dijelaskan secara terperinci
sebagi berikut:
1.
Makan Sahur
Makan sahur menurut ijma’ umat Islam adalah sunnah dan
tidak berdosa apabila ditinggalkan. Waktu makan
sahur adalah dari pertengahan malam sampai terbitnya fajar serta disunahkan untuk mengakhirkan makan sahur sesaat menjelang tibanya waktu Subuh. Dalilnya adalah hadits Anas
bin Malik berikut:
Artinya: “Kami
makan sahur bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian beliau shalat” Aku tanyakan (kata
Anas), “Berapa lama jarak antara adzan dan sahur?” Zaid menjawab, “Kira-kira 50
ayat membaca Al-Qur’an”.(HR.
Al-Bukhori dan Muslim)
Makan sahur yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memiliki beberapa hikmah, antara lain:
a. Membedakan puasa kita dengan puasanya Ahul Kitab (orang Yahudi dan Nasroni).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا
وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ، أكْلَةُ السَّحَرِ
Artinya: “Pembeda
antara puasa kita dengan puasanya ahli kitab adalah makan sahur”. (HR. Muslim)
b.
Makan
sahur adalah barokah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَسَحَّرُوْا فَإِنَّ فِي السُّحُوْرِ
بَرَكَةً
Artinya: “Makan
sahurlah kalian karena dalam sahur ada barakah” (HR. Al-Bukhori dan
Muslim).[25]
Dengan makan sahur, berarti kita telah mengikuti sunnahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selain
itu, sahur juga akan menguatkan badan, menambah semangat, serta membuat puasa
menjadi lebih ringan.
2.
Niat
Sebelum melaksanakan puasa, seseorang yang
berpuasa wajib berniat terlebih dahulu. Puasa diniatkan sebelum terbit fajar (yakni yang puasa wajib),
berdasarkan hadits Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ لَمْ يُجْمَعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ
صِيَامَ لَهُ
Artinya: “Barangsiapa
yang tidak niat untuk melakukan puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa
baginya”.[26]
Khusus untuk puasa yang sunnah, diperbolehkan berniat puasa setelah fajar terbit sampai sebelum
waktu shalat Dzuhur apabila sebelumnya belum makan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
datang ke ‘Aisyah pada selain bulan Ramadhan,
kemudian beliau bersabda:
هَلْ عِنْدَكُمْ غَدَاَءٌ ؟ وَ إِلاَّ فَإِنِّي صَائِمٌ
Artinya: “Apakah
engkau punya santapan siang? Maka jika tidak ada aku akan berpuasa.” (HR. Muslim).
3.
Waktu Puasa
Puasa dimulai dari terbitnya fajar hingga hilangnya siang dengan datangnya
malam, dengan kata lain hilangnya bundaran matahari di ufuk.Berdasarkan Firman
Allah Ta’ala :
فَالْئنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا
مَا كَتَبَ اللهُ لَكُمْ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتَّي يَتَبَيَّنَ لَكُمُ
الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ
أَتِمُّوْا الصِّيَامَ إِلَي الَّيْل۰
Artinya: “Maka sekarang, bolehlah kamu mencampuri
mereka dan hendaklah kamu mengusahakan apa yang diwajibkan Allah atasmu, dan
makan-minumlah hingga nyata garis putih dan garis hitam berupa fajar, kemudian
sempurnakanlah puasa sampai malam.” (Al-Baqarah: 187)[27]
4.
Menahan Diri dari Segala Hal yang
Membatalkan Puasa
Ada beberapa hal yang dapat membatalkan puasa,
sehingga harus dijaga oleh seseorang yang berpuasa agar puasanya tetap sah.
Hal-hal yang dapat membatalkan puasa itu, antara lian:
a. Memasukkan sesuatau ke dalam
rongga yang ada dalam tubuh manusia yang disengaja.
Seseorang yang berpuasa namun dia measukkan sesuatau
ke dalam rongga tubuhnya, seperi makan, minum, merokok, danlain-lain di siang hari sewaktu puasa, maka puasa kita batal.[28]Kecuali
jika orang yang berpuasa lupa
sedang puasa, maka makan dan minum itu tidaklah membatalkan puasanya.Orang yang
berpuasa bisa melanjutkan puasa kita secara sempurna.
مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمّ، فَأَكَلَ
أَوْ شَرِبَ، فَلْيَتِمْ صَوْمَهُ. فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ
وَسَقَاهُ
Artinya: “Jika seseorang lupa ketika ia berpuasa, lalu dia makan dan minum, maka
hendaklah menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah yang memberinya
makan dan minum.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim).
Suntik di lengan, di paha, di punggung atau lainnya yang serupa, tidak
membatalkannya, karena di paha atau punggung bukan berarti melalui lobang
rongga badan atau bukan dari jalan yang
biasa.[30]
b. Muntah dengan disengaja.
Muntah dengan sengaja dapat membatalkan puasa.Dan
muntah yang tidak disengaja tidak membatalkanpuasa.
Dalilnya adalah hadits Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ ذَرَعَهُ قَيْءٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ
عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَإِنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقَضِ
Artinya: “Barangsiapa
yang terpaksa muntah, maka tidak wajib baginya untuk mengqadha (mengganti)
puasanya, dan barangsiapa muntah dengan sengaja, maka wajib baginya mengqadha
puasanya”.[31]
c. Haid maupun
nifas.
Wanita yang haid maupun nifas haram mengerjakan puasa, tetapi wajib mengqodha sebanyak hari yang
ditinggalkan waktu haid dan nifas.
عَنْ عَا ئِشَةَ كُنَّا
نُؤْ مَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْ مَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَ ةِ
Artinya: Dari ‘Aisyah, katanya:
“Kami disuruh oleh Rasulullah Saw. Mengqadha puasa, dan tidak disuruhnya untuk
mengqadha shalat.”(Riwayat Bukhari)[32]
d. Jima’ pada siang hari.
Perlu diterangkan disini tentang sangsi orang yang jima’ (bercampur) pada
siang hari di bulan Ramadhan; Orang yang berjima’ (melakukan hubungan kelamin)
pada siang hari bulan Ramadhan, puasanya batal. Selain itu ia wajib membayar
denda atau kifarat, sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah Saw:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
أَنَّ رَجُلًا وَقَعَ بِامْرَأَتِهِ فِي رَمَضَانَ فَاسْتَفْتَي رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذلِكَ٬ فَقَالَ: هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً ؟
قَالَ: لَا. وَهَلْ تَسْتَطِيْعُ صِيَامَ شَهْرَيْنِ؟ قَالَ: لَا. فَأَطْعِمْ
سِتِّيْنَ مِسْكِيْنًا. (رواه مسلم).
Artinya:
“Dari Abu Hurairah ra. Bahwasanya
seorang laki-laki pernah bercampur dengan istrinya siang hari pada bulan
Ramadhan, lalu ia minta fatwa kepada Nabi Saw.: “Adakah engkau mempunyai
budak?. (dimerdekakan). Ia menjwab: Tidak. Nabi berkata lagi: “Kuatkah engkau
puasa dua bulan berturut-turut?”.Ia menjawab: Tidak. Sabda Nabi lagi: “Kalau
engkau tidak berpuasa, maka berilah makan orang-orang miskin sebanyak enam
puluh orang”. (HR.Muslim).[33]
e. Keluar mani dengan bersengaja (sebab
bersentuhan dengan perempuan atau lainnya).
Karena keluar mani itu adalah puncak yang dituju orang pada
persetubuhan, maka hukumnya disamakan dengan bersetubuh. Adapun keluar mani
sebab mimpi, mengkhayal dan sebagainya maka tidak membatalkan puasa.[34]
f. Gila walaupun sebentar.
g. Murtad, yakni keluar dari agama Islam.[35]
5.
Hal-Hal yang Harus/Wajib
Ditinggalkan Ketika Berpuasa
a. Berkata-Kata Kotor,
Keji, dan Dusta.
Selain menjaga mulut kita dari makan dan minum,
ketika berpuasa kita juga harus menjaga mulut kita dari berkata-kata kotor,
keji dan dusta supaya puasa seseorang tidak
sia-sia. Perbuatan ini memang tidak boleh kita lakukan baik
di ketika berpuasa ataupun tidak.Namun hal ini lebih ditekankan lagi apabila
kita sedang berpuasa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ
الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلّهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ
وَشَرَابَهُ
Artinya:“Barangsiapa
yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan melakukannya, maka Allah Azza wa
Jalla tidaklah butuh atas perbuatannya meninggalkan makan dan minum.” (HR. Al-Bukhori)
Oleh karena itu, menjaga lisan dari berkata-kata yang kotor, keji dan dusta supaya puasa tidak sia-sia, sebagaimana sabda
Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam,
وَرُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ
مِنْ صِيَامِهِ الْجُوْعِ وَالْعَطَشِ
Artinya:“Berapa
banyak orang yang puasa, bagian dari puasanya hanyalah lapar dan haus (semata)”.
6.
Hal-Hal yang Boleh Dilakukan Ketika
Berpuasa
a. Bersiwak
Ketika sedang berpuasa, kita boleh mempergunakannya untuk membersihkan gigi
kita, terutama ketika akan sholat.
b. Berkumur dan
Istinsyaq (Memasukkan
Air ke dalam Hidung ketika Berwudhu)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan kita untuk bersungguh-sungguh di dalam melakukan istinsyaq.Namun
beliau melarang untuk berlebih-lebihan apabila sedang berpuasa.Beliau bersabda:[36]
وَبَالِغْ فِي
اْلإِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ صَائِماً
Artinya: “Bersungguh-sungguhlah
dalam beristinsyaq kecuali dalam keadaan puasa.”
c. Mengguyurkan
Air ke Atas Kepala karena Panas atau Haus.
Apabila kita merasa kepanasan atau haus, maka kita diperbolehkan untuk
mengguyurkan air ke kepala kita. Dalilnya adalah hadits:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يَصُبُّ
الْمَاءَ عَلَى رَأْسِهِ وَهُوَ صَائِمٌ مِنَ الْعَطْشِ أَوْ مِنَ الْحَرِّ
Artinya: “Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam mengguyurkan air ke kepalanya
dalam keadaan puasa karena haus atau kepanasan.”
7.
Sunnah Puasa
Ada beberapa hal yang
menjadi sunnah dalam pelaksanaan puasa, antara lain:[37]
a.
Makan
sahur, meskipun hanya sedikit.
Makan Sahur menurut ijma’ umat Islam adalah sunnah dan
tidak berdosa bila ditinggalkan. Waktu sahur adalah dari pertengahan malam
sampai terbit fajar dan disunnahkan mengakhirkannya.Tujuan dari makan sahur
adalah untuk menguatkan orang yang berpuasa pada esok harinya.
b.
Menta’khirkan
makan sahur sampai kira-kira15 menit sebelum fajar.
c.
Menyegerakan
berbuka apabila telah nyata dan yakin bahwa matahari sudah terbenam.
d.
Berbuka
dengan kurma, sesuatu yang manis, atau dengan air.
e.
Berdoa
sewaktu berbuka puasa.
f.
Memberi
makanan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa.
g.
Hendaklah
diperbanyak sedekah selama dalam bulan puasa.
h.
Memperbanyak
membaca Quran dan mempelajarinya (belajar atau mengajar) karena mengikuti
perbuatan Rasulullah S.A.W.
i.
Meninggalkan
ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan keji seperti menggunjing orang lain.
8.
Berbuka Puasa
Ketika matahari telah terbenam dan malam hari pun tiba, seseorang yang berpuasa
sudah diperbolehkan untuk makan dan minum.Bahkan kita dianjurkan untuk
menyegerakan berbuka puasa. Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَزَالُ النَّاسُ
بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوْا الْفِطْرَ
Artinya:“Senantiasa
manusia berada di dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Pada saat berbuka, orang yang berpuasa disunnahkan untuk membatalkan puasa dengan makan kurma, baik yang basah maupun yang kering.Namun apabila tidak ada, maka
kita berbuka dengan air sebagaimana kebiasaan Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa
sallam.[38]
C.
KEUTAMAAN, MAKNA, DAN HIKMAH
MELAKSANAKAN PUASA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI.
Ada beberapa keutamaan yang
terdapat dalam melaksanakan ibadah puasa, anatara lain:
1. Puasa sebagai tameng atau penahan
perbuatan maksiat.[39]
Ibnu
Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ
مِنْكُمْ الْبَاءَ ةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ
لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ
وِجَاءٌ.
Artinya: “Wahai para pemuda
siapa yang mampu di antara kalian untuk menikah, maka nikahlah, karena dengan
hal itu bisa menundukkan pandangan dan menjaga farji, dan siapa yang belum
mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa itu perisai baginya.” (HR. Al-Bukhari
dan Muslim).[40]
2. Puasa dapat memberiksn syafaat
pada hari kiamat.
Imam
Ahmad juga Al-Hakim telah meriwayatkan dengan sanad hasan, dari Abdullah bin
Amr bin’ Ash radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ الصِّيَامُ أَيْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ
وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ وَيَقُولُ الْقُرْآنُ مَنَعْتُهُ
النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ قَالَ فَيُشَفَّعَانِ.
Artinya: “Puasa dan Al-Qur’an
kelak di hari kiamat akan memberi syafaat kepada seorang hamba, berkata puasa,
‘Ya Rabbi, aku telah menghalangi dia makan dan syahwatnya di siang hari,
izinkanlah aku untuk memberi syafaat kepadanya.’ Lalu berkata Al-Qur’an, ‘Aku
telah menghalangi dia tidur malam, izinkanlah aku untuk memberi syafaat
kepadanya.’ Berkata Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Kemudian mereka
memberi syafaat.” (HR. Ahmad dan Al-Hakim).
3. Orang yang berpuasa akan
mendapatkan ampunan dan pahala yang besar.
Di
dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا
غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
Artinya:“Siapa orang yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Al-Bukhari
dan Muslim).
4. Puasa merupakan amalan yang
paling baik dan tidak ada tandingannya.
5. Akan dijauhakn dari api neraka
dan dijamin masuk surga.
6. Puasa merpakan madrasah moralitas
yang besar dan dapat dijadikan sarana latihan untuk menempaberbagai macam sifat
terpuji, melawan nafsu, serta melatih kesabaran.[41]
Selain mempunyai keutamaan, dalam
menjalankan puasa juga mempunyai makna tersendiri dalam kehidupan sehari,
antara lain:
1. Puasa dapat meningkatkan iman.
2. Puasa dapat meningkatkan taqwa.
3. Puasa dapat meningkatkan
penghayatan dan pengamalan agama.
4. Puasa dapat meningkatkan
kesehatan mental.[42]
5. Puasa dapat menguatkan kemauan,
mempertajam kehendak, mendidik kesabaran, membantu kejernihan akal, dan
mengilhami ide-ide cemerlang untuk masuk ke otak.
Dibalik perintah pelaksanaan puasa oleh Allah SWT
tentunya memiliki hikmah.Adapun
hikmah-hikmah dibalik pelaksanaan puasa dalam kehidupan
sehari-hari, adalah sebagai berikut:[43]
1. Melepaskan diri dari kebiasaan
yang menekan atau mencengkram.
2. Memupuk rasa santun kepada fakir
miskin.
3. Meningkatkan keakraban dalam
keluarga.
4. Sebagai sarana untuk melatih
kesabaran.
5. Puasa dapat menenagkan nafsu
amarah.
6. Puasa dapat menyetarakan
kedudukan antara orang yang kaya dan orang yang miskin, yakni dengan menanggung
atau merasakanahal yang sama, namun perbuatan tersebut mengangkat kedudukannya
di mata Allah SWT.
7.
Dapat
mengendalikan hawa nafsu.
8.
Dapat
menanamkan dan melatih kejujuran, kesabaran dan disiplin, serta melatih keikhlasan.
9.
Menanamkan
rasa kasih sayang dan pemurah antarsesama manusia dan antarsesama mahluk Allah.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Puasa menurut bahasa (etimologis) artinya menahan.Sedangakan puasa
menurut istilah (terminologis) adalah menahan diri dari makan dan minum serta dari segala hal-hal yang dapat membatalkan puasa
dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat karena Allah SWT.
Ada beberapa macam puasa, yaitu;
puasa wajib (seperti puasa Ramadhan), puasa sunnah (seperti puasa Senin dengan
Kamis), puasa makruh (seperti mengkhususkan puasa hanya hari Jum’at saja), dan
puasa haram (seperti puasa pada hari raya).
Dalam mengerjakan puasa, ada beberapa syarat untuk
mengerjakannya. Selain syarat dan rukun yang harus terpenuhi, secara sederhana
dalam mengerjakan puasa diawali dengan makan sahur, lalu niat, menahan diri
dari hal-hal yang membatalkan puasa dari terbitnya fajar sampai dengan terbanamnya
matahari.
Ibadah puasa mempunyai keutamaan, seperti puasa sebagi tameng atau penahan untuk
perbuatan maksiat dan dapat memberiksn syafaat pada
hari kiamat. Selain mempunyai keutamaan dalam kehidupan sehari, yaitu; puasa
dapat meningkatkan iman dan dapat meningkatkan taqwa. Adapun hikmah-hikmah dibalik pelaksanaan puasa dalam kehidupan
sehari-hari yaitu; melepaskan diri dari kebiasaan yang menekan atau mencengkram
dan memupuk rasa santun kepada fakir miskin.
B.
Saran
Puasa adalah ibadah yang memiliki fadilah yang sangat
besar, oleh karena itulah marilah kita senantiasa melaksanakan puasa baik puasa
sunnah dan terutama yang wajib. Kami sadar bahwa makalah kami ini masih jauh
dari kesempurnaan oleh karena itu kami senantiasa mengharapkan saran, dan kritik yang sifatnya membangun
demi perbaikan dan kesempurnaan makalah kami pada waktu
yang lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Abidin, Slamet& Suyono, Moh.1998.Fiqih
Ibadah.Bandung: CV Pustaka Setia.
Al-Zuhayly,
Wahab. 1995. Puasa dan Itikaf:Kajian
Berbagai Madzhab. Terj. Agus Efendi dan Bahruddin Fannany. Bandung: PT
Remaja Rosda Karya.
An-Nadwi,
Abulhasan Ali Abdul Hayyi Al-Hasani. 1992. Empat
Sendi Agama Islam. Jakarta: Rineka Cipta.
Ash Shiddieqi,
Hasbi. 1983. Pedoman Puasa. Jakarta:
Bulan Bintang.
Darajat,
Zakiah. 1989. Puasa Meningkatkan
Kesehatan Mental. Jakarta: CV Ruhama.
Darajat,
Zakiah dkk. 1995. Ilmu Fiqih Jilid 1.
Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf.
Farkhani.
2005. Studi Keislaman di Perguruan Tinggi.
Salatiga: STAIN Salatiga Press.
Nasution,
Lahmanuddin. 1995. Fiqih 1. Jakarta:
Logos.
Rasjid, Sulaiman.1989.Fiqih
Islam Hukum Fiqih
Lengkap.Bandung:
CV Sinar Baru.
Sabiq, Sayyid.
1978. Fiqih Sunnah. Bandung: PT Alma’arif.
[1]Lahmanuddin Nasution. Fiqih
1. Jakarta: Logos. 1995. 183.
[2]Wahab Al-Zuhayly. Puasa
dan Itikaf:Kajian Berbagai Madzhab. Terj. Agus Efendi dan Bahruddin Fannany.
Bandung: PT Remaja Rosda Karya. 1995. 85.
[5]Lahmanuddin
Nasution. Fiqih 1..., 191.
[7]Zakiah Darajat dkk. Ilmu
Fiqih Jilid 1. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf. 1995. 261-263.
[8]Zakiah
Darajat dkk. Ilmu Fiqih Jilid 1...,
264.
[9]Zakiah
Darajat dkk. Ilmu Fiqih Jilid 1...,
264-265.
[11]Zakiah
Darajat dkk. Ilmu Fiqih Jilid 1...,
265.
[15]Zakiah
Darajat dkk. Ilmu Fiqih Jilid 1...,
266.
[17]Lahmanuddin
Nasution. Fiqih 1..., 205-206.
[18]Zakiah
Darajat dkk. Ilmu Fiqih Jilid 1...,
267.
[19]Zakiah
Darajat dkk. Ilmu Fiqih Jilid 1..., 261.
[20]Zakiah
Darajat dkk. Ilmu Fiqih Jilid 1...,
262.
[24]Lahmanuddin
Nasution. Fiqih 1..., 191.
[27]Wahab
Al-Zuhayly. Puasa dan Itikaf...,
85-86.
[28]Lahmanuddin
Nasution. Fiqih 1..., 192.
[29]Sayyid Sabiq. Fiqih
Sunnah. Bandung: PT Alma’arif. 1978. 272-273.
[30]Sayyid
Sabiq. Fiqih Sunnah..., 267.
[31]Lahmanuddin
Nasution. Fiqih 1..., 192.
[32]Lahmanuddin
Nasution. Fiqih 1..., 194.
[33]Sayyid
Sabiq. Fiqih Sunnah..., 277.
[35]Lahmanuddin
Nasution. Fiqih 1..., 194.
[36]Sayyid
Sabiq. Fiqih Sunnah..., 267-269.
[37]Lahmanuddin
Nasution. Fiqih 1..., 197-199.
[38]Lahmanuddin
Nasution. Fiqih 1..., 197.
[39]Wahab
Al-Zuhayly. Puasa dan Itikaf..., 90.
[40]Sayyid
Sabiq. Fiqih Sunnah..., 202.
[41]Farkhani. Studi Keisalaman di Perguruan Tinggi.
Salatiga: STAIN Salatiga Press. 2005. 79-80.
[42]Zakiyahd
Darajat. Puasa Meningkatkan Kesehatan
Mental. Jakarta: CV Ruhama. 1989. 46.
[43]Wahab
Al-Zuhayly. Puasa dan Itikaf...,
85-89.