Senin, 23 November 2015

MAKALAH CARA MELAKSANAKAN PUASA



CARA MELAKSANAKAN PUASA

Makalah ini dibuat untuk  memenuhi tugas mata kuliah
Fiqih 1
Dosen pengampu: Imam Anas Hadi, M.Pd.i.



Disusun oleh:
M. Fajar Ali Sodiqin              (111-14-340)
Muslikhatun                           (111-14-341)
Muhammad Rofiq                 (111-14-356)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2015
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami penjatkan ke hadirat  Allah S.W.T. atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya, meskipun masih jauh dari kata kesempurnaan. Shalawat beserta salam kami curahkan kepada Rasulullah S.A.W. Dalam menyelesaian makalah ini kami berusaha untuk melakukan yang terbaik.Tetapi kami menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan penyempurnaan makalah kami yang akan datang.   Dengan terselesaikannya makalah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam proses pembuatan makalah ini yang telah memberikan dorongan, semangat dan masukan.  Semoga apa yang kami tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan masyarakat pada umumnya, serta mendapatkan ridha dari Allah S.W.T. Amin.



Salatiga,11November2015












DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR.............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah........................................................................3
B.     Rumusan Masalah.................................................................................4
C.     Tujuan....................................................................................................4
D.    Manfaat..................................................................................................4
E.     Metodologi Penulisan............................................................................4
BAB II. PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN PUASA DAN MACAM-MACAMNYA.....................5
B.     CARA MELAKSANAKAN PUASA..................................................14
C.     KEUTAMAAN, MAKNA, DAN HIKMAH DARI MELAKSANAKAN PUASA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI....................................................................................................23
BAB III. PENUTUP
A.    Kesimpulan..........................................................................................26
B.     Kritik dan Saran...................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................27










BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Puasa atau “Shaumu” menurut bahasa Arab, adalah menahan diri dari segala sesuatu, seperti menahan tidur, menahan berbicara, menahan makan, dan sebagainya.Menurut istilah agama Islam yaitu menahan diri dari sesuatu yang membukakan, satu hari lamanya mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat dan beberapa syarat.
Didalam Al Qur’anul Karim Surat Al-Baqarahayat: 183 Allah SWT berfirman:
ياَأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah : 183)
Puasa merupakan salah satu dari lima rukun islam dan ayat diatas merupakan salah satu dalil diwajibkannya puasa kepada orang muslim. Untuk menjalankan puasa yang benar dan sesuai dengan tuntunan islam maka diperlukannya cara melaksanakan puasa sesuai dengan yang disyariatkan dalam agama. Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai hal-hal atau syarat-syarat yang  dalam melaksanakan puasa sesuai dengan kaidah fiqih, dan dapat sah dan diterima oleh Allah SWT.
B.       Rumusan Masalah
Rumusan masalah makalah ini adalah:
1.      Apakah pengertian dan macam-macam puasa?
2.      Bagaimanakah cara melaksanakan puasa?
3.      Apakah keutamaan , makna dan hikmahnya dalam kehidupan sehari-hari?
C.      Tujuan
Tujuan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui pengertian dan macam-macam puasa.
2.      Untuk mengetahui cara melaksanakan puasa.
3.      Untuk mengetahui keutamaan puasa, makna dan hikmahnya dalam kehidupan sehari-hari.
D.      Manfaat
      Manfaat pembuatan makalah ini yaitu :
1.      Dapat menegtahui pengertian dan macam-macam puasa.
2.      Dapatmenegtahui cara melaksanakan puasa sesuai dengan syariat.
3.      Dapatmengetahui keutamaan puasa, makna dan hikmahnya dalam kehidupan sehari-hari
E.       Metodologi Penulisan
Dalam pembuatan makalah  inibisa menggunakan beberapa metodologi penulisan, salah satu yang digunakan penulis ialah,  metode collection: dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan media pembelajaran seperti dari buku-buku.


















BAB II
PEMBAHASAN

A.      PENGERTIAN PUASA DAN MACAM-MACAMNYA
1.      Pengertian Puasa
a.      Definisi Puasa
Puasa menurut bahasa (etimologis) berasal dari kata shawm dan shiyam yang berartimenahan(الإمساك).Sedangakan puasa menurut istilah (terminologis) adalah menahan diri dari makan dan minum serta dari segala hal-hal yang dapat membatalkan puasa dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat karena Allah SWT. Sedangkan menurut syara’ puasa ialah menahan diri dari beberapa perbuatan tertentu, dengan niat dan menurut aturan tertentu pula.[1]
Firman Allah SWT:
 وَكُلُوْا وَشْرَبُوْا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ اْلخَيْطُ اْلاَبْيَضُ مِنَ اْلخَيْطِ اْلاَسْوَدِ مِنَ اْلفَجْرِثُمَّ أَتِمُّوْا الصِيَامُ اِلَى الَّيْلِ..
Artinya: “Makanlah dan minumlah kamu, hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam.’’ (QS Al-Baqarah:187)[2]
b.      Syarat dan Rukun Puasa
1)      Syarat puasa
a)      Syarat wajib puasa
(1)   Berakal sehat, orang gila dan hilang ingatannya tidak diwajibkan berpuasa;
رُ فِعُ القَلَمُ عَنْ ثَلاَ ثٍ عَنِ النَّا ئِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظِ وَعَنِ المَجْنُوْ نِ حَتَّى يَفِيقِ وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ
Artinya: “Dan diangkat(tidak terkena hukum) tiga golongan orang; orang tidur hingga ia bangun, orang gila hingga ia sembuh dari gilanya, dan anak-anak hingga ia dewasa.”(HR. Abu Dawud dan Nasa’i)
(2)   Balig yaitu orang yang telah dewasa, (umur 15 tahun keatas) atau ada tanda-tanda yang lain;
(3)   Mampu (Kuat) berpuasa, orang yang sudah tua atau sakit yang tidak kuat berpuasa lagi, maka tidak diwajibkan berpuasa tetapi harus membayar fidyah.[3]
b)     Syarat sah puasa
(1)   Islam;
(2)   Mumayiz, yaitu orang yang dapat membedakan yang baik dan yang tidak baik. Anak-anak puasanya sah dan pahalanya untuk dia sendiri serta orang tuanya;
(3)   Suci dari darah Haidh (kotoran) dan nifas;
(4)   Dalam waktu yang dibolehkan puasa padanya. Terlarang pada dua hari raya dan hari Tasyriq (tanggal 11-13 bulan haji).[4]
2)      Rukun puasa
a)      Niat untuk mengerjakan puasa
Niat dilakukan pada malam hari setelah terbenam matahari sampai terbit fajar untuk puasa wajib.
Puasa kita niatkan sebelum terbit fajar (yakni puasa wajib), berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ لَمْ يُجْمَعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ
Artinya: Barangsiapa yang tidak niat untuk melakukan puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.
Sedangakan untuk puasa yang sunnah, diperbolehkan berniat puasa setelah fajar terbit sampai sebelum waktu shalat Dzuhur apabila sebelumnya belum makan atau minum. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah datang ke ‘Aisyah pada selain bulan Ramadhan, kemudian beliau bersabda:
هَلْ عِنْدَكُمْ غَدَاَءٌ ؟ وَ إِلاَّ فَإِنِّي صَائِمٌ
Artinya: Apakah engkau punya santapan siang? Maka jika tidak ada aku akan berpuasa.” (HR. Muslim).[5]
b)     Menahan dari segala hal yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari[6]
Seseorang harus menahan hal-hal yang dapat membatalkan puasa dari terbitnta fajar sampai dengan terbenamnya matahari. Berdasarkan Firman Allah Ta’ala:
 فَالْئنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللهُ لَكُمْ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتَّي يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوْا الصِّيَامَ إِلَي الَّيْل۰
Artinya: “Maka sekarang, bolehlah kamu mencampuri mereka dan hendaklah kamu mengusahakan apa yang diwajibkan Allah atasmu, dan makan-minumlah hingga nyata garis putih dan garis hitam berupa fajar, kemudian sempurnakanlah puasa sampai malam. (Al-Baqarah: 187)
2.      Macam-Macam Puasa
a.      Puasa Wajib
Puasa wajib adalah puasa yang harus dilakukan, dan jika dilakukan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan akan mendapatkan dosa.
Di dalam Islam ada empat macam puasa yang wajib dikerjakan oleh orang muslim yaitu sebagai berikut:
1)      Puasa Ramadhan
Perintah wajibnya puasa Ramadhan turun di Kota Madinah pada tahun ke-2 Hijriyah.Puasa Ramadhan diwajibkan kepada orang-orang mukallaf, baligh, berakal, dan orang-orang yang kuasa/mampu mengerjakan puasa. Selain itu, tidak semua orang Islam wajib mengerjakan puasa, ada beberapa orang yang tidak wajib mengerjakan puasa yaitu;anak-anak yang belum baligh, orang gila dan orang yang kehilangan akal seperti karena mabuk dan lain-lain, orang yang sudah payah/sangat tidak mampu lagi mengerjakan puasa, orang yang sakit parah yang jika ia berpuasa dikhawatirkan sakitnya akan bertambah parah, musafir (orang yang melakukan perjalanan jauh) yang menurut beberapa ulama jarak minimalnya 138.240 m, akan tetapi jika seorang musafir mampu melaksanakan puasa sebaiknya melaksanakan puasa tersebut, serta wanita yang sedang haidh atau nifas tidak boleh berpuasa baginya.[7]
2)      Puasa Nadzar
Kata nadzhar secara bahasa berarti janji berbuat baik, sedangkan menurut istilah berarti kemestian atau kewajiban berbuat kebaikan disebabkan karena kata yang dikeluarkan. Pada dasarnya hukum asal puasa nadzhar adalah sunnah, akan tetapi jika sesuatu yang telah dinadzharkan tersebut telah tercapai maka hukum puasa ini menjadi wajib dilakukan.[8]
3)      Puasa Kaffarat
Puasa kaffarat merupakan puasa yang diwajibkan kepada orang islam dikarenakan ada pelanggaran yang dilakukan oleh orang islam tersebut. Adapun pelanggaran-pelanggaran yang harus ditebus/dibayar dengan puasa kaffarat adalah sebagai berikut; jima’ pada siang hari di bulan Ramadhan, zihar yaitu mempersamakan/menyerupakan wajah seorang dengan suami atau istri misalnya menyerupakan antara ibu dan istri dalam artian menggauli ibu seperti istri, melanggar sumpah, sumpah palsu, dan kesaksian palsu, serta melakukan pembunuhan terhadap jiwa yang diharamkan dengan sengaja.
4)      Puasa Qada’
Puasa qada merupakan puasa pengganti terhadap puasa Ramadhan yang ditinggalkan, waktu pelaksanaan puasa ini selama 11 bulan diluar bulan ramadhan dan sebaiknya jika seseorang yang memiliki utang puasa harus segera diqada sebelum bulan Ramadhan kembali datang.[9]
b.      Puasa Sunnah
Puasa sunnah adalah menahan diri dari makan minum serta hal-hal yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari, bagi yang melaksanakannya mendapat pahala dan bagi yang meninggalkannya tidak mendapat dosa.[10]
1)      Puasa 6 Hari di Bulan Syawal
Bulan Syawal merupakan ke-10 dalam sistem penanggalan Hirjriyah, pahala melaksanakan puasa 6 hari di bulan Syawal sangat besar yaitu sama dengan berpuasa selama 1 tahun. Sebagaimana sabda rasulullah SAW yang terjemahannya sebagai berikut;Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian ia berpuasa lagi enam hari pada bulan syawal, maka ia seperti puasa sepanjang masa.” (HR. Muslim). Waktu pelaksanaan puasa Syawal dimulai pada tanggal 2 Syawal sampai akhir bulan Syawal, dan dapat dilakukan secara berturut-berturut atau selang-seling yang penting jumlahnya 6 hari.[11]
2)      Puasa Arafah
Hari Arafah jatuh pada tanggal 9 Dzulhijjah pada penanggalan Hijriyah.Orang yang berpuasa pada hari Arafah dosanya dapat dihapuskan yaitu dosa 1 tahun yang lalu dan dosa 1 tahun yang akan datang, hal ini berdasarkan pada hadist yang diriwayatkan oleh Qatada r.a bahwasanya Rasulullah SAW bersabda yang terjemahannya sebagai berikut;Puasa hari Arafah itu menghapuskan dosa dua tahun, dosa satu tahun yang lalu dan dosa satu tahun yang akan datang.” [12]
3)      Puasa Senin dan Kamis
Puasa Senin Kamis sangat bermanfaat untuk meningkatkan kepekaan sosial kita terhadap orang fakir miskin yang terkadang harus berpuasa ketika mereka tidak memiliki makanan, puasa Senin Kamis juga sangat bermanfaat bagi pelajar yang sedang dalam perjalanan menuntut ilmu yang bermanfaat.Selain itu puasa Senin Kamis juga dilakukan karena hari Senin dan Kamis merupakan hari dimana amal perbuatan manusia dilapor, dan hari Senin juga merupakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Usamah bin Yasid r.a yang terjemahannya sebagai berikut;Bahwasanya Rasulullah SAW berpuasa pada hari Senin dan Kamis, dan kemudian beliau ditanya tentang hal itu, lalu beliau bersabda “sesungguhnya amal ibadah didatangkan kehadirat Allah pada hari Senin dan Kamis.” (HR. Abu Dawud dan Nasai)[13]
4)      Puasa Asyura
Hari Asyura jatuh pada tanggal 10 Muharram, fadilah dari pelaksanaan puasa ini juga sangat besar yaitu dapat menghapus dosa yang dilakukan selama 1 tahun lalu,[14] sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Abu Qatadah r.a yang terjemahannya sebagai berikut;Bahwasanya Rasulullah SAW pernah ditanyai orang tentang puasa Asyura, lalu beliau bersabda “puasa Asyura itu gunanya untuk menutupi dosa 1 tahun yang lalu.” (HR. Muslim)[15]
5)      Puasa Tasu’a
Puasa Tasu’a dilakukan satu hari sebelum pelaksanaan puasa Asyura’ yaitu pada tanggal 9 Muharram, puasa ini dilakukan sebagai salah satu pembeda antara orang islam dan orang yahudi yang juga melaksanakan puasa pada tanggal 10 Muharram. Rasulullah SAW bersabda dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a yang terjemahannya sebagai berikut: “Jika aku masih hidup sampai tahun yang akan datang, sesungguhnya aku akan berpuasa pada hari kesembilan itu.” (HR. Muslim).[16]
6)      Puasa pada Bulan Muharram dan Bulan Sya’ban
Berpuasa pada bulan Muharram dan bulan Sya’ban merupakan sebuah keutamaan, karena menurut berbagai riwayat, Rasulullah saw. selalu berpuasa dan menganjurkan kepada umatnya berpuasa pada bulan-bulan tersebut.
Dari Abu Hurairah ra.: bersabda Rasulullah saw., sebaik-baik puasa setelah Ramadhan ialah (puasa pada) bulan Allah, Muharram, dan sebaik-baik shalat setelah shalat fardhu ialah shalat malam.” (HR. Muslim)
Dari Aisyah ra.: Nabi saw. Tidak ada melakukan puasa pada suatu bulan lebih banyak daripada puasanya bulan Sya’buhnya Beliau selalu puasa pada bulan Sya’an. Sesungguhnya beliau selalu puasa pada bula Sya’ban itu seluruhnya. Pada suatu riwayat disebutkan beliau berpuasa pada bulan Sya’ban itu kecuali sedikit.” (Muttafaqun alayh)[17]
7)      Puasa Hari Putih (Tanggal 13, 14, 15) pada Setiap Bulan Qamariyah
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Qatadah bin Milham r.a yang terjemahannya sebagai berikut : “Bahwasanya Rasulullah SAW menyuruh kami berpuasa di hari putih yaitu tanggal 13, 14, dan 15.” (HR. Abu Dawud)[18]
c.       Puasa Makruh
Di dalam Islam ada puasa yang dimakruhkan, berikut beberapa macam puasa yang dimakruhkan, antara lain:
1)      Puasa pada Hari Jum’at.
Alasannya karena hari Jum’at merupakan sayyidul ayyam (penghulu seluruh hari) yang sekaligus merupakan hari raya bagi umat islam pada setiap minggunya.
2)      Puasa pada Hari Sabtu
Alasannya karena hari Sabtu merupakan hari yang diagung-agungkan oleh kaum yahudi.[19]
Kemakruhan berpuasa pada ke-3 hari diatas terjadi apabila kita hanya berniat berpuasa hanya pada salah satu hari tersebut misalnya saja kita hanya berniat berpuasa pada hari Jum’at saja tanpa didampingi satu hari sebelum atau sesudahnya, akan tetapi jika didampingi oleh hari sebelum atau sesudahnya misalnya Kamis dan Jum’at atau Jum’at dan Sabtu maka hukumnya menjadi tidak makruh. Selain itu kemakruhan puasa ini juga tidak berlaku apabila salah satu hari diatas bertepatan dengan hari yang disunnahkan berpuasa misalnya bertepatan dengan hari Asyura, hari Arafah, hari putih, atau orang yang melaksanakan puasa Nabi Daud.
d.      Puasa Haram
Ada beberapa hari dimana hari tersebut diharamkan untuk melaksanakan puasa, antara lain:[20]
1)      Tanggal 1 Syawal yaitu pada saat perayaan hari raya Idul Fitri.
2)      Tanggal 10 Dzulhijjah yaitu pada saat perayaan hari raya Idul Adha.
3)      Tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah yaitu 3 hari tasyrik.
4)      Hari Syak yaitu hari yang meragukan antara akhir Sya’ban dan awal Ramadhan.
5)      Tanggal 15 Sya’ban ke atas (melewatinisfu Sya’ban), kecuali jika kita telah melakukan puasa rutin seperti jika kita telah rutin melaksanakan puasa Senin Kamis, maka meskipun telah melewati nisfu Sya’ban kita masih boleh berpuasa.
6)      Puasa sunnah yang dilakukan oleh istri tanpa seizin suaminya, sebab seorang istri jika ingin melakukan ibadah sunnah harus seizin suaminya, akan tetapi jika ingin melaksanakan ibadah wajib meskipun tanpa seizin suaminya seorang istri tetap harus melaksanakannya.




B.       CARA MELAKSANAKAN PUASA
Dalam melaksanakan puasa secara benar dan sah, terdapat beberapa syarat dan rukun yang harus dipenuhi yang telah ditetapkan oleh syara’.
1.      Syarat Puasa
a.      Syarat wajib puasa
1)      Berakal sehat, orang gila dan hilang ingatannya tidak diwajibkan berpuasa.
 رُ فِعُ القَلَمُ عَنْ ثَلاَ ثٍ عَنِ النَّا ئِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظِ وَعَنِ المَجْنُوْ نِ حَتَّى يَفِيقِ وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ
Artinya:Dan diangkat(tidak terkena hukum) tiga golongan orang; orang tidur hingga ia bangun, orang gila hingga ia sembuh dari gilanya, dan anak-anak hingga ia dewasa.”(HR. Abu Dawud dan Nasa’i)
2)      Balig yaitu orang yang telah dewasa, (umur 15 tahun keatas) atau ada tanda-tanda untuk laki-laki sudah mengalami mimpi basah atau keluar mani, sedangkan untuk perempuan sudah menstruasi.
3)      Mampu (Kuat) berpuasa, orang yang sudah tua atau sakit yang tidak kuat berpuasa lagi, maka tidak diwajibkan berpuasa tetapi harus membayar fidyah.[21]
b.      Syarat sah puasa
1)      Islam.
2)      Mumayiz, yaitu orang yang dapat membedakan yang baik dan yang tidak baik. Anak-anak puasanya sah dan pahalanya untuk dia sendiri serta orang tuanya.[22]
3)      Suci dari darah haid (kotoran) dan nifas.
4)      Dalam waktu yang dibolehkan puasa padanya. Terlarang pada dua hari raya dan hari Tasyriq (tanggal 11-13 bulan Haji).
2.      Rukun atau Fardhu Puasa
a.      Niat untuk mengerjakan puasa
Niat dilakukan pada malam hari setelah terbenam matahari sampai terbit fajar untuk puasa wajib.
Puasa kita niatkan sebelum terbit fajar (yakni puasa wajib), berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ لَمْ يُجْمَعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ
Artinya: Barangsiapa yang tidak niat untuk melakukan puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.[23]
Sedangakan untuk puasa yang sunnah, diperbolehkan berniat puasa setelah fajar terbit sampai sebelum waktu shalat Dzuhur apabila sebelumnya belum makan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah datang ke ‘Aisyah pada selain bulan Ramadhan, kemudian beliau bersabda:
هَلْ عِنْدَكُمْ غَدَاَءٌ ؟ وَ إِلاَّ فَإِنِّي صَائِمٌ
Artinya: Apakah engkau punya santapan siang? Maka jika tidak ada aku akan berpuasa.” (HR. Muslim).
b.      Menahan dari segala hal yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari[24]
Seseorang harus menahan hal-hal yang dapat membatalkan puasa dari terbitnta fajar sampai dengan terbenamnya matahari. Berdasarkan Firman Allah Ta’ala :
فَالْئنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللهُ لَكُمْ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتَّي يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوْا الصِّيَامَ إِلَي الَّيْل۰
Artinya: “Maka sekarang, bolehlah kamu mencampuri mereka dan hendaklah kamu mengusahakan apa yang diwajibkan Allah atasmu, dan makan-minumlah hingga nyata garis putih dan garis hitam berupa fajar, kemudian sempurnakanlah puasa sampai malam. (Al-Baqarah: 187)
Adapun mengenai tata cara mengerjakan atau melaksanakan ibadah puasa dapat dijelaskan secara terperinci sebagi berikut:
1.      Makan Sahur
Makan sahur menurut ijma’ umat Islam adalah sunnah dan tidak berdosa apabila ditinggalkan. Waktu makan sahur adalah dari pertengahan malam sampai terbitnya fajar serta disunahkan untuk mengakhirkan makan sahur sesaat menjelang tibanya waktu Subuh. Dalilnya adalah hadits Anas bin Malik berikut:
Artinya: Kami makan sahur bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian beliau shalat” Aku tanyakan (kata Anas), “Berapa lama jarak antara adzan dan sahur?” Zaid menjawab, “Kira-kira 50 ayat membaca Al-Qur’an”.(HR. Al-Bukhori dan Muslim)
Makan sahur yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki beberapa hikmah, antara lain:
a.       Membedakan puasa kita dengan puasanya Ahul Kitab (orang Yahudi dan Nasroni).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ، أكْلَةُ السَّحَرِ
Artinya: Pembeda antara puasa kita dengan puasanya ahli kitab adalah makan sahur. (HR. Muslim)
b.      Makan sahur adalah barokah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَسَحَّرُوْا فَإِنَّ فِي السُّحُوْرِ بَرَكَةً
Artinya: Makan sahurlah kalian karena dalam sahur ada barakah” (HR. Al-Bukhori dan Muslim).[25]
Dengan makan sahur, berarti kita telah mengikuti sunnahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selain itu, sahur juga akan menguatkan badan, menambah semangat, serta membuat puasa menjadi lebih ringan.
2.      Niat
Sebelum melaksanakan puasa, seseorang yang berpuasa wajib berniat terlebih dahulu. Puasa diniatkan sebelum terbit fajar (yakni yang puasa wajib), berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ لَمْ يُجْمَعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ
Artinya: Barangsiapa yang tidak niat untuk melakukan puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.[26]
Khusus untuk puasa yang sunnah, diperbolehkan berniat puasa setelah fajar terbit sampai sebelum waktu shalat Dzuhur apabila sebelumnya belum makan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah datang ke ‘Aisyah pada selain bulan Ramadhan, kemudian beliau bersabda:
هَلْ عِنْدَكُمْ غَدَاَءٌ ؟ وَ إِلاَّ فَإِنِّي صَائِمٌ
Artinya: Apakah engkau punya santapan siang? Maka jika tidak ada aku akan berpuasa.” (HR. Muslim).
3.      Waktu Puasa
Puasa dimulai dari terbitnya fajar hingga hilangnya siang dengan datangnya malam, dengan kata lain hilangnya bundaran matahari di ufuk.Berdasarkan Firman Allah Ta’ala :
فَالْئنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللهُ لَكُمْ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتَّي يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوْا الصِّيَامَ إِلَي الَّيْل۰
Artinya: “Maka sekarang, bolehlah kamu mencampuri mereka dan hendaklah kamu mengusahakan apa yang diwajibkan Allah atasmu, dan makan-minumlah hingga nyata garis putih dan garis hitam berupa fajar, kemudian sempurnakanlah puasa sampai malam. (Al-Baqarah: 187)[27]
4.      Menahan Diri dari Segala Hal yang Membatalkan Puasa
Ada beberapa hal yang dapat membatalkan puasa, sehingga harus dijaga oleh seseorang yang berpuasa agar puasanya tetap sah. Hal-hal yang dapat membatalkan puasa itu, antara lian:
a.       Memasukkan sesuatau ke dalam rongga yang ada dalam tubuh manusia yang disengaja.
Seseorang yang berpuasa namun dia measukkan sesuatau ke dalam rongga tubuhnya, seperi makan, minum, merokok, danlain-lain di siang hari sewaktu puasa, maka puasa kita batal.[28]Kecuali jika orang yang berpuasa lupa sedang puasa, maka makan dan minum itu tidaklah membatalkan puasanya.Orang yang berpuasa bisa melanjutkan puasa kita secara sempurna.
Dalilnya adalah hadits Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam:[29]
مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمّ، فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ، فَلْيَتِمْ صَوْمَهُ. فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ
Artinya:Jika seseorang lupa ketika ia berpuasa, lalu dia makan dan minum, maka hendaklah menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah yang memberinya makan dan minum.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim).
Suntik di lengan, di paha, di punggung atau lainnya yang serupa, tidak membatalkannya, karena di paha atau punggung bukan berarti melalui lobang rongga badan atau bukan dari jalan yang biasa.[30]
b.      Muntah dengan disengaja.
Muntah dengan sengaja dapat membatalkan puasa.Dan muntah yang tidak disengaja tidak membatalkanpuasa.
Dalilnya adalah hadits Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam:
 مَنْ ذَرَعَهُ قَيْءٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَإِنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقَضِ
Artinya: Barangsiapa yang terpaksa muntah, maka tidak wajib baginya untuk mengqadha (mengganti) puasanya, dan barangsiapa muntah dengan sengaja, maka wajib baginya mengqadha puasanya”.[31]
c.       Haid maupun nifas.
Wanita yang haid maupun nifas haram mengerjakan puasa, tetapi wajib mengqodha sebanyak hari yang ditinggalkan waktu haid dan nifas.
 عَنْ عَا ئِشَةَ كُنَّا نُؤْ مَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْ مَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَ ةِ
Artinya: Dari ‘Aisyah, katanya: “Kami disuruh oleh Rasulullah Saw. Mengqadha puasa, dan tidak disuruhnya untuk mengqadha shalat.”(Riwayat Bukhari)[32]
d.      Jima’ pada siang hari.
Perlu diterangkan disini tentang sangsi orang yang jima’ (bercampur) pada siang hari di bulan Ramadhan; Orang yang berjima’ (melakukan hubungan kelamin) pada siang hari bulan Ramadhan, puasanya batal. Selain itu ia wajib membayar denda atau kifarat, sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah Saw:
 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا وَقَعَ بِامْرَأَتِهِ فِي رَمَضَانَ فَاسْتَفْتَي رَسُوْلُ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذلِكَ٬ فَقَالَ: هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً ؟ قَالَ: لَا. وَهَلْ تَسْتَطِيْعُ صِيَامَ شَهْرَيْنِ؟ قَالَ: لَا. فَأَطْعِمْ سِتِّيْنَ مِسْكِيْنًا. (رواه مسلم).
Artinya: Dari Abu Hurairah ra. Bahwasanya seorang laki-laki pernah bercampur dengan istrinya siang hari pada bulan Ramadhan, lalu ia minta fatwa kepada Nabi Saw.: “Adakah engkau mempunyai budak?. (dimerdekakan). Ia menjwab: Tidak. Nabi berkata lagi: “Kuatkah engkau puasa dua bulan berturut-turut?”.Ia menjawab: Tidak. Sabda Nabi lagi: “Kalau engkau tidak berpuasa, maka berilah makan orang-orang miskin sebanyak enam puluh orang”. (HR.Muslim).[33]
e.       Keluar mani dengan bersengaja (sebab bersentuhan dengan perempuan atau lainnya).
Karena keluar mani itu adalah puncak yang dituju orang pada persetubuhan, maka hukumnya disamakan dengan bersetubuh. Adapun keluar mani sebab mimpi, mengkhayal dan sebagainya maka tidak membatalkan puasa.[34]
f.       Gila walaupun sebentar.
g.      Murtad, yakni keluar dari agama Islam.[35]
5.      Hal-Hal yang Harus/Wajib Ditinggalkan Ketika Berpuasa
a.      Berkata-Kata Kotor, Keji, dan Dusta.
Selain  menjaga mulut kita dari makan dan minum, ketika berpuasa kita juga harus menjaga mulut kita dari berkata-kata kotor, keji dan dusta supaya puasa seseorang tidak sia-sia. Perbuatan ini memang tidak boleh kita lakukan baik di ketika berpuasa ataupun tidak.Namun hal ini lebih ditekankan lagi apabila kita sedang berpuasa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلّهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Artinya:Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan melakukannya, maka Allah Azza wa Jalla tidaklah butuh atas perbuatannya meninggalkan makan dan minum.” (HR. Al-Bukhori)
Oleh karena itu, menjaga lisan dari berkata-kata yang kotor, keji dan dusta supaya puasa tidak sia-sia, sebagaimana sabda Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam,
 وَرُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوْعِ وَالْعَطَشِ
Artinya:Berapa banyak orang yang puasa, bagian dari puasanya hanyalah lapar dan haus (semata).
6.      Hal-Hal yang Boleh Dilakukan Ketika Berpuasa
a.      Bersiwak
Ketika sedang berpuasa, kita boleh mempergunakannya untuk membersihkan gigi kita, terutama ketika akan sholat.
b.      Berkumur dan Istinsyaq (Memasukkan Air ke dalam Hidung ketika Berwudhu)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk bersungguh-sungguh di dalam melakukan istinsyaq.Namun beliau melarang untuk berlebih-lebihan apabila sedang berpuasa.Beliau bersabda:[36]
 وَبَالِغْ فِي اْلإِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ صَائِماً
Artinya: Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq kecuali dalam keadaan puasa.

c.       Mengguyurkan Air ke Atas Kepala karena Panas atau Haus.
Apabila kita merasa kepanasan atau haus, maka kita diperbolehkan untuk mengguyurkan air ke kepala kita. Dalilnya adalah hadits:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يَصُبُّ الْمَاءَ عَلَى رَأْسِهِ وَهُوَ صَائِمٌ مِنَ الْعَطْشِ أَوْ مِنَ الْحَرِّ
Artinya: “Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam mengguyurkan air ke kepalanya dalam keadaan puasa karena haus atau kepanasan.
7.      Sunnah Puasa
Ada beberapa hal yang menjadi sunnah dalam pelaksanaan puasa, antara lain:[37]
a.       Makan sahur, meskipun hanya sedikit.
Makan Sahur menurut ijma’ umat Islam adalah sunnah dan tidak berdosa bila ditinggalkan. Waktu sahur adalah dari pertengahan malam sampai terbit fajar dan disunnahkan mengakhirkannya.Tujuan dari makan sahur adalah untuk menguatkan orang yang berpuasa pada esok harinya.
b.      Menta’khirkan makan sahur sampai kira-kira15 menit sebelum fajar.
c.       Menyegerakan berbuka apabila telah nyata dan yakin bahwa matahari sudah terbenam.
d.      Berbuka dengan kurma, sesuatu yang manis, atau dengan air.
e.       Berdoa sewaktu berbuka puasa.
f.        Memberi makanan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa.
g.      Hendaklah diperbanyak sedekah selama dalam bulan puasa.
h.      Memperbanyak membaca Quran dan mempelajarinya (belajar atau mengajar) karena mengikuti perbuatan Rasulullah S.A.W.
i.        Meninggalkan ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan keji seperti menggunjing orang lain.

8.      Berbuka Puasa
Ketika matahari telah terbenam dan malam hari pun tiba, seseorang yang berpuasa sudah diperbolehkan untuk makan dan minum.Bahkan kita dianjurkan untuk menyegerakan berbuka puasa. Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوْا الْفِطْرَ
Artinya:Senantiasa manusia berada di dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Pada saat berbuka, orang yang berpuasa disunnahkan untuk membatalkan puasa dengan makan kurma, baik yang basah maupun yang kering.Namun apabila tidak ada, maka kita berbuka dengan air sebagaimana kebiasaan Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam.[38]
C.      KEUTAMAAN, MAKNA, DAN HIKMAH MELAKSANAKAN PUASA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI.
Ada beberapa keutamaan yang terdapat dalam melaksanakan ibadah puasa, anatara lain:
1.      Puasa sebagai tameng atau penahan perbuatan maksiat.[39]
Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
 يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَ ةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
Artinya: “Wahai para pemuda siapa yang mampu di antara kalian untuk menikah, maka nikahlah, karena dengan hal itu bisa menundukkan pandangan dan menjaga farji, dan siapa yang belum mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa itu perisai baginya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).[40]
2.      Puasa dapat memberiksn syafaat pada hari kiamat.
Imam Ahmad juga Al-Hakim telah meriwayatkan dengan sanad hasan, dari Abdullah bin Amr bin’ Ash radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
 الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ الصِّيَامُ أَيْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ وَيَقُولُ الْقُرْآنُ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ قَالَ فَيُشَفَّعَانِ.
Artinya: Puasa dan Al-Qur’an kelak di hari kiamat akan memberi syafaat kepada seorang hamba, berkata puasa, ‘Ya Rabbi, aku telah menghalangi dia makan dan syahwatnya di siang hari, izinkanlah aku untuk memberi syafaat kepadanya.’ Lalu berkata Al-Qur’an, ‘Aku telah menghalangi dia tidur malam, izinkanlah aku untuk memberi syafaat kepadanya.’ Berkata Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Kemudian mereka memberi syafaat.” (HR. Ahmad dan Al-Hakim).
3.      Orang yang berpuasa akan mendapatkan ampunan dan pahala yang besar.
Di dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
 مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
Artinya:“Siapa orang yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
4.      Puasa merupakan amalan yang paling baik dan tidak ada tandingannya.
5.      Akan dijauhakn dari api neraka dan dijamin masuk surga.
6.      Puasa merpakan madrasah moralitas yang besar dan dapat dijadikan sarana latihan untuk menempaberbagai macam sifat terpuji, melawan nafsu, serta melatih kesabaran.[41]
Selain mempunyai keutamaan, dalam menjalankan puasa juga mempunyai makna tersendiri dalam kehidupan sehari, antara lain:
1.      Puasa dapat meningkatkan iman.
2.      Puasa dapat meningkatkan taqwa.
3.      Puasa dapat meningkatkan penghayatan dan pengamalan agama.
4.      Puasa dapat meningkatkan kesehatan mental.[42]
5.      Puasa dapat menguatkan kemauan, mempertajam kehendak, mendidik kesabaran, membantu kejernihan akal, dan mengilhami ide-ide cemerlang untuk masuk ke otak.
Dibalik perintah pelaksanaan puasa oleh Allah SWT tentunya memiliki hikmah.Adapun hikmah-hikmah dibalik pelaksanaan puasa dalam kehidupan sehari-hari, adalah sebagai berikut:[43]
1.      Melepaskan diri dari kebiasaan yang menekan atau mencengkram.
2.      Memupuk rasa santun kepada fakir miskin.
3.      Meningkatkan keakraban dalam keluarga.
4.      Sebagai sarana untuk melatih kesabaran.
5.      Puasa dapat menenagkan nafsu amarah.
6.      Puasa dapat menyetarakan kedudukan antara orang yang kaya dan orang yang miskin, yakni dengan menanggung atau merasakanahal yang sama, namun perbuatan tersebut mengangkat kedudukannya di mata Allah SWT. 
7.      Dapat mengendalikan hawa nafsu.
8.      Dapat menanamkan dan melatih kejujuran, kesabaran dan disiplin, serta melatih keikhlasan.
9.      Menanamkan rasa kasih sayang dan pemurah antarsesama manusia dan antarsesama mahluk Allah.





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Puasa menurut bahasa (etimologis) artinya menahan.Sedangakan puasa menurut istilah (terminologis) adalah menahan diri dari makan dan minum serta dari segala hal-hal yang dapat membatalkan puasa dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat karena Allah SWT.
Ada beberapa macam puasa, yaitu; puasa wajib (seperti puasa Ramadhan), puasa sunnah (seperti puasa Senin dengan Kamis), puasa makruh (seperti mengkhususkan puasa hanya hari Jum’at saja), dan puasa haram (seperti puasa pada hari raya).
Dalam mengerjakan puasa, ada beberapa syarat untuk mengerjakannya. Selain syarat dan rukun yang harus terpenuhi, secara sederhana dalam mengerjakan puasa diawali dengan makan sahur, lalu niat, menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa dari terbitnya fajar sampai dengan terbanamnya matahari.
Ibadah puasa mempunyai keutamaan, seperti  puasa sebagi tameng atau penahan untuk perbuatan maksiat dan dapat memberiksn syafaat pada hari kiamat. Selain mempunyai keutamaan dalam kehidupan sehari, yaitu; puasa dapat meningkatkan iman dan dapat meningkatkan taqwa. Adapun hikmah-hikmah dibalik pelaksanaan puasa dalam kehidupan sehari-hari yaitu; melepaskan diri dari kebiasaan yang menekan atau mencengkram dan memupuk rasa santun kepada fakir miskin.
B.     Saran
Puasa adalah ibadah yang memiliki fadilah yang sangat besar, oleh karena itulah marilah kita senantiasa melaksanakan puasa baik puasa sunnah dan terutama yang wajib. Kami sadar bahwa makalah kami ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kami senantiasa mengharapkan saran, dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan dan kesempurnaan makalah kami pada waktu yang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet& Suyono, Moh.1998.Fiqih Ibadah.Bandung: CV Pustaka Setia.
Al-Zuhayly, Wahab. 1995. Puasa dan Itikaf:Kajian Berbagai Madzhab. Terj. Agus Efendi dan Bahruddin Fannany. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
An-Nadwi, Abulhasan Ali Abdul Hayyi Al-Hasani. 1992. Empat Sendi Agama Islam. Jakarta: Rineka Cipta.
Ash Shiddieqi, Hasbi. 1983. Pedoman Puasa. Jakarta: Bulan Bintang.
Darajat, Zakiah. 1989. Puasa Meningkatkan Kesehatan Mental. Jakarta: CV Ruhama.
Darajat, Zakiah dkk. 1995. Ilmu Fiqih Jilid 1. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf.
Farkhani. 2005. Studi Keislaman di Perguruan Tinggi. Salatiga: STAIN Salatiga Press.
Nasution, Lahmanuddin. 1995. Fiqih 1. Jakarta: Logos.
Rasjid, Sulaiman.1989.Fiqih Islam Hukum Fiqih Lengkap.Bandung: CV Sinar Baru.
Sabiq, Sayyid. 1978. Fiqih Sunnah. Bandung: PT Alma’arif.


[1]Lahmanuddin Nasution. Fiqih 1. Jakarta: Logos. 1995. 183.
[2]Wahab Al-Zuhayly. Puasa dan Itikaf:Kajian Berbagai Madzhab. Terj. Agus Efendi dan Bahruddin Fannany. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. 1995. 85.
[3]Slamet Abidin dan Moh.Suyono.Fiqih Ibadah. Bandung: CV Pustaka Setia. 1998. 252-253.
[4]Slamet Abidin dan Moh.Suyono.Fiqih Ibadah..., 254.
[5]Lahmanuddin Nasution. Fiqih 1..., 191.
[6]Slamet Abidin dan Moh.Suyono.Fiqih Ibadah..., 255.
[7]Zakiah Darajat dkk. Ilmu Fiqih Jilid 1. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf. 1995. 261-263.
[8]Zakiah Darajat dkk. Ilmu Fiqih Jilid 1..., 264.
[9]Zakiah Darajat dkk. Ilmu Fiqih Jilid 1..., 264-265.
[10]Slamet Abidin dan Moh.Suyono.Fiqih Ibadah..., 200.
[11]Zakiah Darajat dkk. Ilmu Fiqih Jilid 1..., 265.
[12]Slamet Abidin dan Moh.Suyono.Fiqih Ibadah..., 201.
[13]Slamet Abidin dan Moh.Suyono.Fiqih Ibadah..., 204-205.
[14]Slamet Abidin dan Moh.Suyono.Fiqih Ibadah..., 202.
[15]Zakiah Darajat dkk. Ilmu Fiqih Jilid 1..., 266.
[16]Slamet Abidin dan Moh.Suyono.Fiqih Ibadah..., 202-203.
[17]Lahmanuddin Nasution. Fiqih 1..., 205-206.
[18]Zakiah Darajat dkk. Ilmu Fiqih Jilid 1..., 267.
[19]Zakiah Darajat dkk. Ilmu Fiqih Jilid 1..., 261.
[20]Zakiah Darajat dkk. Ilmu Fiqih Jilid 1..., 262.
[21]Slamet Abidin dan Moh Suyono.Fiqih Ibadah...,  252.
[22]Slamet Abidin dan Moh Suyono.Fiqih Ibadah..., 254.
[23]Slamet Abidin dan Moh.Suyono.Fiqih Ibadah..., 254.
[24]Lahmanuddin Nasution. Fiqih 1..., 191.
[25]Slamet Abidin dan Moh.Suyono.Fiqih Ibadah..., 250.
[26]Slamet Abidin dan Moh.Suyono.Fiqih Ibadah..., 248-249.
[27]Wahab Al-Zuhayly. Puasa dan Itikaf..., 85-86.
[28]Lahmanuddin Nasution. Fiqih 1..., 192.
[29]Sayyid Sabiq. Fiqih Sunnah. Bandung: PT Alma’arif. 1978. 272-273.
[30]Sayyid Sabiq. Fiqih Sunnah..., 267.
[31]Lahmanuddin Nasution. Fiqih 1..., 192.
[32]Lahmanuddin Nasution. Fiqih 1..., 194.
[33]Sayyid Sabiq. Fiqih Sunnah..., 277.
[34]Sulaiman Rasjid. Fiqih IslamHukum Fiqih Lengkap.Bandung: CV Sinar Baru. 1989. 218-221.
[35]Lahmanuddin Nasution. Fiqih 1..., 194.
[36]Sayyid Sabiq. Fiqih Sunnah..., 267-269.
[37]Lahmanuddin Nasution. Fiqih 1..., 197-199.
[38]Lahmanuddin Nasution. Fiqih 1..., 197.
[39]Wahab Al-Zuhayly. Puasa dan Itikaf..., 90.
[40]Sayyid Sabiq. Fiqih Sunnah..., 202.
[41]Farkhani. Studi Keisalaman di Perguruan Tinggi. Salatiga: STAIN Salatiga Press. 2005. 79-80.
[42]Zakiyahd Darajat. Puasa Meningkatkan Kesehatan Mental. Jakarta: CV Ruhama. 1989. 46.
[43]Wahab Al-Zuhayly. Puasa dan Itikaf..., 85-89.